Doa berbuka Puasa



Doa berbuka puasa I:



Doa berbuka puasa yang bersumber dari riwayat HR Bukhari & Muslim 2018 Merdeka.com

Allahumma laka shumtu wa bika amantu wa'ala rizqika afthartu. Birrahmatika yaa arhamar roohimin.

Artinya:

"Ya Allah, untukMu aku berpuasa, dan kepadaMu aku beriman, dan dengan rezekiMu aku berbuka. Dengan rahmatMu wahai yang Maha Pengasih dan Penyayang."

Doa berbuka puasa II:



Doa berbuka puasa dari riwayat HR Abu Dawud 2018 Merdeka.com

Dzahabaz zhama'u wabtallatil 'uruqu wa tsabatal ajru, insyaallah.

Artinya:

"Telah hilang rasa haus, dan urat-urat telah basah serta pahala telah tetap, insya Allah."

Bacalah salah satu dari doa berbuka puasa di atas sebelum Anda membatalkan puasa.

Kajian mengenai doa berbuka puasa yang shahih

Dari kedua doa berbuka puasa di atas manakah yang lebih shahih? Belakangan memang beredar kontroversi mengenai kesahihan dalil dari doa berbuka puasa yang diamalkan oleh pemeluk agama Islam di Indonesia maupun negara tetangga kita. Disertai dengan bacaan doa yang disebut lebih kuat dasarnya pula.

Sebelum menjawab pertanyaan di atas ada baiknya jika kita mengingat bahwa perbedaan merupakan hal yang tak perlu dijadikan sumber perdebatan sengit. Seperti yang dikatakan oleh Ustadz Ahmad Sarwat, pada akhirnya yang paling penting adalah ibadah puasa itu sendiri.

Mengenai kesahihan doa berbuka puasa yang beredar saat ini, mari kita simak kajian dari NUOnline berikut.

Hadits lengkap riwayat Abu Dawud mengenai doa berbuka puasa yang belakangan disebut lebih shahih berbunyi sebagai berikut.



Doa berbuka puasa dari riwayat HR Abu Dawud 2018 Merdeka.com

Artinya:

"Kami mendapat riwayat dari Abdullah bin Muhammad bin Yahya, yaitu Abu Muhammad, kami mendapat riwayat dari Ali bin Hasan, kami mendapat riwayat dari Husein bin Waqid, kami mendapat riwayat dari Marwan, yaitu Bin Salim Al-Muqaffa', ia berkata bahwa, 'Aku melihat Ib nuUmar menggenggam jenggotnya, lalu memangkas sisanya. Ia berkata, Rasulullah bila berbuka puasa membaca, 'Dzahabaz zhama'u wabtallatil urqu wa tsabatal ajru, insya Allah," (HR Abu Dawud)

Sementara doa berbuka puasa yang lebih umum diamalkan di negara kita bersumber dari riwayat Imam Bukhari dan Muslim, merupakan keterangan Syekh M. Khatib As-Syarbini yang berbunyi sebagai berikut.



Doa berbuka puasa yang bersumber dari riwayat HR Bukhari & Muslim 2018 Merdeka.com

Artinya:

"(Mereka yang berpuasa) dianjurkan setelah berbuka membaca, 'Allhumma laka shumtu, wa'ala rizqika afthartu.' Pasalnya, Rasulullah SAW mengucapkan doa ini yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim."

Silakan baca riwayat selengkapnya di Syekh M Khatib As-Syarbini, Al-Iqna pada Hamisy Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H], juz II, halaman 385).

Jika dilihat dari dua rujukan di atas, doa dari riwayat Bukhari dan Muslim bisa dipandang lebih shahih dibandingkan riwayat Abu Dawud yang didasari dari kesepakatan para ulama ahli hadits.

Dari analisis di atas bisa kita simpulkan bahwa doa berbuka puasa yang diamalkan masyarakat Indonesia selama ini didukung oleh hadits yang bukannya dhaif.

Mengenai doa berbuka puasa riwayat Abu Dawud, ulama dari Madzhab Syafi'i menggabungkan doa riwayat Imam Bukhari dan Muslim dengan doa riwayat Abu Dawud.

Seperti disebutkan Sulaiman Bujairimi dalam Hasyiyatul Bujairimi, berikut bacaan doanya.



Doa berbuka puasa gabungan dua riwayat 2018 Merdeka.com

"(Allahumma laka shumtu wa 'ala rizqika afthartu) dianjurkan menambahkan lafal, wa bika mantu, wa bika wa'alaika tawakkaltu. Dzahabaz zhama'u, wabtallatil 'uruqu, wa tsabatal ajru, insy Allah. Ya wasi'al fadhli, ighfir li. Alhamdulillahil ladzi hadani fa shumtu, wa razaqani fa afthartu."

Artinya:

"Tuhanku, hanya untuk-Mu aku berpuasa. Dengan rezeki-Mu aku membatalkannya. Sebab dan kepada-Mu aku berpasrah. Dahaga telah pergi. Urat-urat telah basah. Dan insya Allah pahala sudah tetap.

Wahai Zat Yang Luas Karunia, ampuni aku. Segala puji bagi Tuhan yang memberi petunjuk padaku, lalu aku berpuasa. Dan segala puji Tuhan yang memberiku rezeki, lalu aku membatalkannya."

Untuk lebih jelasnya, silakan lihat Syekh Sulaiman Al-Bujairimi, Hasyiyatul Bujairimi alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H], juz II, halaman 385).

Gabungan dua riwayat ini kemudian diperkenalkan kepada masyarakat dan kemudian diamalkan secara turun-temurun sampai saat ini.

Agar perdebatan yang ada tidak semakin meruncing, alangkah baiknya jika kita kita meneladani kebijakan para ulama terdahulu dengan menggabungkan dua riwayat. Tidak perlu menyalahkan atau mengecilkan pentingnya riwayat satu jika dibandingkan riwayat yang lain.

Marilah kita saling mengingatkan bahwa perbedaan itu ada untuk dijembatani, bukan untuk dibesar-besarkan. Semoga kita semua bisa menjalankan ibadah puasa yang berbuah manfaat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flash disk Tidak terbaca, begini cara benerinnya.

Cara buat Google FORM 36

MALAM NISFU SYA'BAN